Monday, December 26, 2016

TANTANGAN PESANTREN SALAF DAN MODERN



PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Perkembangan dalam dunia pendidikan begitu banyak terjadi, dari sistem hingga metode bahkan kurikulum pun ikut mengalami perkembangan yang begitu pesat. Dari mulai menggunakan berbagai model dan metode yang digunakan guna mengubah dan memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia. Pemerintah saat ini sedang gencar-gencarnya melakukan inovasi dalam dunia pendidikan kita. Sehingga menjadikan mereka para pengelola pesantren juga berpikir tentang bagaimana membuat system pendidikan agama Islam yang selaras dengan kemajuan zaman. Dengan adanya hal-hal demikian, maka sekarang telah muncul yang namanya pesantern modern, akibat semakin majunya peradaban bangsa kita ini. Akan tetapi walau telah berusaha menyeimbangkan antara kebutuhan agama dengan mengikuti kemajuan zaman, masih saja kedua lembaga pendidikan Islam ini mengalami atau lebih tepatnya merasa tertantang dengan kemajuan tekhnologi dalam kemajuan zaman dan pendidikan di Negara kita pada khususnya.
Untuk menghadapi dunia modern saat ini lembaga-lembaga tersebut memilki tantangan-tantangan tersendiri untuk menjaga eksistensi mereka dengan tetap mempertahankan visi dan misi dari lembaga-lembaga tersebut. Untuk mengetahui tantangan-tantangan seperti apa yang akan mereka hadapi dalam dunia pendidikan dewasa ini, maka dalam makalah ini akan dipaparkan tantangan-tantangan pesantren modern maupun salaf.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian pondok pesantren?
2.      Bagaimana orientasi pengembangan pondok pesantren?
3.      Bagaimana  tantangan-tantangan yang dihadapi pondok pesantren?
4.      Bagaimana solusi menghadapi tantangan-tantangan pondok pesantren?



PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pesantren
Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri. Sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana yang terbuat dari bambu. istilah pondok pesantren dimaksudkan suatu bentuk pendidikan keislaman yang awalnya berbentuk kelembagaan informal tradisional di bumi nusantara. Kata “pondok” berarti kamar, gubuk, rumah kecil dipakai dalam bahasa indonesia dengan menekankan kesederhanaan bangunan fisik dan tampilan perilaku penghuninya. Mungkin juga pondok diturunkan dari kata arab “funduq” yang berarti ruang tidur, wisma, pemondokan.
Kata pesantren yang terdiri dari asal “santri” awalan “pe” dan akhiran “an” yang menentukan tempat, jadi berarti “ tempat para santri”. Kadang-kadang kata “sant” (manusia baik) dihubungkan dengan suku kata “tra” (suka menolong), sehingga kata pesantren dapat  berarti “tempat pendidikan manusia baik-baik”. Jadi, pengertian pondok pesantren bisa dipahami sebagai tempat atau pemondokan para santri menimba ilmu pengetahuan agama dan mengamalkan dalam bentuk ritual kegiatan sehari-hari kepada para kiyai. Maka, untuk lebih mendalami pengetahuan tentang potret pondok pesantren tidak lepas dari cikal bakal dan sejarahnya yang harus diketahui.
Dalam pemakaian sehari-hari, istilah pesantren biasa disebut dengan pondok saja. Atau kedua kata tersebut digabung menjadi satu sehingga disebut pondok pesantren. Menurut M. Arifin sebagaiman dikutip oleh Mujamil Qomar, mendefinisikan pondok pesantren yaitu suatu lembaga pendidikan agama islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar dengan sistem asrama (komplek) dimana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada dibawah kedaulatan dari leadership seseorang atau beberapa orang kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal.
Sebagai sebuah lembaga pendidikan, pondok pesantren hampir semuanya tidak mempunyai satu keseragaman dalam merumuskan tujuan pendidikannya. Namun demikian, dalam catatan Manfred Ziemek menyatakan bahwa tujuan pondok pesantren adalah membentuk kepribadian, memantapkan akhlak, dan melengkapinya dengan pengetahuan . sedangkan menurut Mastuhu, tujuan pesantren adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat, atau berkhidmat pada masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat.
Pesantren dengan segala keunikan yang dimilikinya masih diharapkan menjadi penopang berkembangnya sistem pendidikan di Indonesia. Keaslian dan kekhasan pesantren disamping sebagai khazanah tradisi budaya bangsa juga merupakan kekuatan penyangga pilar pendidikan untuk memunculkan pemimpin bangsa yang bermoral. Oleh sebab itu, arus globalisasi mengandalkan tuntutan profesionalisme dan mengembangkan sumberdaya manusia yang bermutu. Realitas inilah yang menuntut adanya manajemen pengelolaan lembaga pendidikan sesuai tuntutan zaman. Tak terkecuali tuntutan profesionalitas manajerial madrasah yang banyak dikelola secara integral dengan pesantren. Di Indonesia pesantren baik modern maupun salaf rata-rata mempunyai lembaga pendidikan mulai tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi.


B.     Orientasi Pengembangan Pesantren
Pada awal rintisannya, pesantren di Indonesia bukan hanya menekankan misi pendidikan, melainkan juga dakwah. Akan tetapi, misi kedua itulah yang justru menonjol. Pesantren sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia selalu mencari lokasi yang sekiranya dapat menyalurkan dakwah tersebut secara tepat sasaran. Pada awalnya kebanyakan pesantren berdiri lebih didasarkan pada motivasi dasar hanya untuk mengembangkan keilmuan agama. Dalam kaitan ini, pesantren memiliki tiga peran yaitu, sebagai pusat berlangsungnya transmisi-transmisi ilmu islam tradisional, sebagai penjaga dan pemelihara keberlangsungan islam tradisional dan sebagai pusat reproduksi ulama’. 
Sejarah mencatat, bahwa pesantren sebagai sebuah sistem pendidikan telah memberikan kontribusinya yang signifikan bagi peradaban islam di bumi persada indonesia. Pesantren memiliki akar sosio-historis yang cukup kuat, sehingga membuatnya mampu menduduki posisi yang relatif sentral dalam dunia keilmuan masyarakatnya dan sekaligus bertahan di tengah berbagai gelombang perubahan. Seiring dengan tantangan perubahan sosio-historis yang melingkupi, maka sudah menjadi suatu keniscayaan bila pesantren senantiasa meresponnya dengan sadar agar semakin kokoh eksistensinya. Hal ini direalisasi dengan melakukan inovasi-inovasi yng relevan dan signifikan tanpa melupakan jati diri pesantren.
Format pengembangan pesantren secara individual dapat diarahkan ke berbagai kombinasi dari kemungkinan-kemungkinan yang di deskripsikan. Sedang, secara operasional yang tepat akan akan banayak bergantung pada sumber daya pesantren bersangkutan, tingkat kematangan, struktur internal pesantren, dan juga tipe komunitas dimana pesantren berada.
Ada lima komponen pokok yang selalu ada pada pondok pesantren yaitu, kiyai, masjid atau musholla, santri atau murid, asrama atau funduq, yang keempatnya merupakan komponen fisik, Dan yang kelima, pengajian yang merupakan komponen non fisik. Pengajian ini, karena berpengaruh pada perkembangan metodologi, maka kini sebagian menggunakan sistem klasikal yang biasanya dalam bentuk madrasah.
Sejatinya penyelenggaraan pendidikan di pesantren memiliki nilai khusus dan nilai lebih dibandingkan dengan pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikan pada umumnya, karena pendidikan di pesantren memiliki orientasi yang lebih dalam menanamkan sistem etika kepada para santri. Secara lebih detail, A. Mukti Ali menjelaskan ciri-ciri pesantren sebagai berikut:
1.    Adanya hubungan yang akrab antara murid (santri) dengan kiai dan seluruh jajaran mudarris. Hal ini dimungkinkan karena mereka tinggal satu pondok.
2.    Tunduknya santri pada kiai. Para santri menganggap bahwa menentang kiai selain dianggap kurang sopan juga bertentangan dengan ajaran agama.
3.    Hidup hemat dan sederhana benar-benar dilakukan dalam kehidupan pesantren
4.    Semangat menolong diri sendiri amat terasa dan kental di pesantren.
5.    Jiwa tolong menolong dan suasana persaudaraan sangat mewarnai pergaulan di pesantren.
6.    Berani menderita untuk mencapai suatu tujuan merupakan salah satu pendidikan yang diperoleh dipesantren.
Sebagai lembaga pendidikan berbasis agama (educational institution-based religion), pesantren semakin melebarkan wilayah garapannya yang tidak hanya mengakselerasikan mobilitas vertikal (dengan penjelajahan materi-materi agama), tetapi juga mobilitas horizontal (kesadaran sosial). Pesantren kini tidak lagi berkutat pada kurikulum yang berbasis keagamaan (religion based curriculum), tetapi juga kurikulum yang menyentuh persoalan aktual masyarakat (society-based curriculum).
C.    Tantangan-tantangan  pesantren
Tantangan sesungguhnya dapat menjadi sesuatu yang bernilai positif dan dapat pula bernilai negatif. Tergantung bagaimana cara kita memposisikannya. Apabila kita posisikan sebagai sesuatu yang pasti terjadi, karena erupakan sunnatullah, maka tantangan dapat menjadi sparring partner. Artinya sesuatu yang dapat membuat kita terpacu dan termotivasi. Sesuatu yang dapat mendorong kita melakukan inovasi dan berpikir secara kreatif. Sebaliknya apabila kita memposisikan sebagai penghalang, maka tantangan dapat mendorong lahirnya sikap pesimis dan apatis. Bahkan lebih lanjut, apabila kita posisikan sebagai bara api yang dinyalakan musuh, maka tantangan dapat menyulut peperangan dan ketidaknyamanan.
Dalam kehidupan yang semakin kompleks, dunia semakin mengglobal, dan peradaban semakin berkembang pesat, banyak tantangan yang harus dihadapi dengan kepala dingin dan kematangan berpikir. Beberapa tantangan itu diantaranya:
1.    Perang Budaya
Setiap belahan bumi memiliki budaya sendiri-sendiri. Belahan bumi bagian timur, barat, dan tengah memiliki budaya dan peradaban yang berbeda. Belahan timur dengan budaya sosialis komunisnya. Belahan barat dengan budaya individualis kapitalisnya, sementara belahan tengah menjadi lahan rebutan keduanya. Masing-masing bangga dengan budayanya, dan terkadang melecehkan budaya lain. Bahkan belahan barat berusaha sekuat tenaga untuk membuat bumi berpijak pada nilai-nilai budayanya dan menghapuskan budaya yang lain. Untuk tujuan ini, mereka menggunakan banyak media yang dapat merasukkan nilai-nilai budaya tanpa terasa.
Perang budaya yang dilakukan dengan memutuskan jalur transformasi budaya dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Dengan cara ini, infiltrasi nilai-nilai budaya pada budaya yang lain tidak akan disadari. Bahkan sulit untuk melakukan perlawanan. Santri, komunitaselit mslim memiliki peran yang harus dimainkan untuk menjaga terutama anak-anak dan kawula muda sehingga tidak terjerumus pada ketidakjelasan yang mengitari keislaman dan peradaban mereka. Komunitas santri juga berkewajiban mendorong anak-anak dan kawula muda muslim untuk berani tampil sebagai seorang muslim kontemporer yang berbudaya qur’ani.
2.    Teknologi yang Terus Berkembang
Perkembangan teknologi, pada satu sisi banyak membawa berkah, tetapi pada sisi lain menimbulkan dampak negatif. Keberkahan dari perkembangan teknologi antara lainmemberi kemudahan dan kenyamanan bagi kehidupan manusia. Dengan teknologi, yang jauh menjadi dekat, harga yang mahal menjadi lebih murah, beban yang berat menjadi ringan, pekerjaan yang rumit, perlu waktu lama, dan biaya besar, dengan teknologi bisa menjadi lebih murah, mudah, dan singkat. Udara panas bisa berubah menjadi cool dan selanjutnya.
Pada satu sisi, teknologi juga dapat menimbulkan dampak negatif apabila disalahgunakan. Akibat kemudahan yang diberikannya, manusia dapat termanjakan. Akibat dari tiada batas dinding pemisah antar budaya dan peradaban bangsa-bangsa di dunia sebagai hasil dari rekayasa teknologi, budaya dan peradaban yang tidak sejalan dengan nilai-nilai luhur dapat diakses oleh siapapun dan kapanpun.
Perkembangan teknologi bukan berarti harus ditinggalkan atau kita mengisolir diri. Sebab hampir semua teknologi memberi manfaat besar pada kehidupan manusia. Mulai dari teknologi pertanian, industri, transportasi, informatika, elektronika, perkakas rumah tangga, dan lain-lain. Semua memberi manfaat besar apabila kita dapat menguasai dan mempergunakannya. Oleh sebab itu, santri yang menjadi komunitas terdepan dalam kehidupan bermasyarakat dituntut untuk dapat menguasai dan memanfaatkan teknologi secara tepat guna. Teknologi akan terus berkembang, jika bukan kita yang mengembangkannya, maka bangsa lain akan terus mengulik melakukan penelitian untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. 
3.    Negara Sejahtera dan Negara Miskin
Negara sejahtera atau miskin akan memberikan pengaruh terhadap jiwa masyarakat. Ada dua kemungkinan apabila negara sejahtera. Pertama, masyarakat bersyukur. Kesejahteraannya mendorong gairah keagamaan yang tinggi. Kegersangan spiritual yang terkadang timbul akibat materi melimpah, akan mendorong mencari kenyamanan dan kepuasan dibalik agama. Kedua, masyarakatnya kufur. Kesejahteraan membuat mereka lupa diri, hidup berfoya-foya, dan hanyut dalam kemewahan dan kesenangan. Apabila hal kedua yang terjadi, maka kenikmatan dapat berubah menjadi kemelaratan dan kehancuran.
Negara miskin akan memberi tantangan lebih besar lagi. Kemiskinan dapat melahirkan keterbelakangan dan perilaku yang menyimpang dari nilai-nilai luhur. Begitu juga kebodohan. Banyak hal negatif akibat bodoh. Dibodohi dan ditipu orang lain dijadikan ajang proyek oleh orang-orang pintar. Bahkan lebih jauh dari itu, apabila yang bodoh itu para pengelola negara, maka eksplorasi sumber daya alam akan diserahkan kepada pihak asing. Kedaulatan dan kekuasaan negara akan dibatasi oleh kepentingan negara-negara maju. Itulah kolonialisme model baru, padahal segala bentuk kolonialisme tidak sejalan dengan prinsip-prinsip ajaran islam. 
4.    Kelompok Sempalan Atas Nama Islam
Sejak zaman nabi, kelompok yang menyempal telah terjadi. Kini, fenomena kelompok sempalan, antara lain disebabkan karena adanya kesadaran dari para ilmuwan berbagi disiplin ilmu dan para pengusaha sukses yang haus ketenangan batin. Sebagian mereka tampil ke depan  secara mandiri atau masuk ke dalam kelompok kajian agama untuk mengatasi kehausan itu. namun harus diakui bahwa tidak sedikit diantara mereka yang memberi kepuasan bukan hanya kepada dirinya sendiri teteapi kepada keluarga dan masyarakat sekitarnya. Kontribusinya dalam rangka rasionalisasi ajaran agama harus diakui. Hanya saja disisi lain, tidak jarang pula kehausan akan agama mengantarkan sebagian yang lain untuk memahami dan melaksanakan agama dengan sangat ketat dan kaku. 
Fenomena lain, kelompok sempalan lahir diakibatkan dari usaha mempelajari agama secara autodidak tanpa mengetahui seluk beluk disiplin ilmu agama atau bimbingan dari da’I yang belum siap. Atau akibat dari menjalankan ajaran tasawuf yang tidak berakar pada syari’at. Fenomena ini melahirkan kelompok kecil yang menyempal dari masyarakat islam dan bersikap inklusif. Lahirnya kelompok-kelmpok yang menyempal bukan hanya merugikan diri mereka sendiri dari sudut pandang agama, tetapi juga dapat menimbulkan keresahan-keresahan sosial pada masyarakat islam secara keseluruhan.
D.    Solusi Tantangan-tantangan Pesantren
Oleh karena tantangan-tantangan besar tersebut akan terus berhembus tiada henti, maka misi utama yang dipikul oleh komunitas santri ialah menuntut semua pihak untuk melakukan upaya-upaya serius untuk mengoptimalkan potensi komunitas sarungan. Dimulai dengan pengembangan kesadaran akan pentingnya masa depan.
Secara individu, perancangan masa depan dapat dilakukan dengan menciptakan individu yang SMART.  Yaitu, specialist, marketable, acceptable, rasionable, dan theoritical and technological.
1.    Individu yang Specialist
Kehidupan masyarakat yang kompleks dan jumlah penduduk yang besar akan membawa pada persaingan hidup yang sangat ketat. Untuk memenangkan persaingan tersebut, seseorang membutuhkan keahlian yang khusus. Pada keahlian khususnya itu, dia benar-benar berada papan atas. Bagi komunitas santri, yang dimaksud dngan keahlian khusus tersebut bisa dalam dua hal, yaitu penguasaan satu bidang ilmu pengetahuan umum atau agama dan dalam penguasaan kecakapan hidup (lifeskill) yang dapat menjadi sumber kehidupannya. Hal manapun yang dipilih atau mungkin dipilih kedua-duanya pasti akan memberi manfaat yang besar bagi kehidupannya.
2.    Individu yang marketable
Untuk memenangkan persaingan, keahlian khusus pun belum cukup. Perlu ada media yang membuatnya bisa diterima di pasar. Artinya, keahlian atau kecakapan hidup yang dipilih ketka masa-masa belajar, dimasa depan, konsumennya harus jelas, tidak asal pilih. Inilah yang oleh penyusun kitab Ta’limul Mutaallim disarankan agar sebelum memutuskan memilih satu bidang ilmu dan guru, seseorang harus bermusyawarah terlebih dahulu agar diakhir kemudian tidak menyesal.
3.    Individu yang Acceptable
Dalam kehidupan masyarakat plural, sikap terbuka dan fleksibel dapat mengantarkan seseorang dapat diterima oleh banyak pihak. Menjadi pribadi yang terbuka Dan fleksibel memerlukan wawasan yang luas. Wawasan yang luas dapat diperoleh dengan penguasaan ilmu pengetahuan agama ataupun umum secara tuntas dan komprehensif.

4.      Individu yang Rasionable
Rasionable artinya dapat dipahami oleh akal sehat manusia. Pada zaman modern seperti sekarang ini, sikap rasional dalam menyampaikan ajaran agama sangat diperlukan. Objek dakwah para da’i sekarang hampir mayoritas orang yang terpelajar yang rasionya telah diasah di bangku sekolah. Oleh sebab itulah ajaran agama akan mudah diterima apabila disampaikan oleh individu yang mampu berpikir rasional.
5.      Individu yang Theoritical atau Technological
Theoritical berarti suatu kecakapan memahami segala sesuatu berdasarkan teori. Dengan kata lain bersifat ilmiah sebab teori dirumuskan oleh manusia melalui ilmu pengetahuan. Langkah-langkah nyata dalam melakukan atau menghasilkan sesuatu sebagai aplikasi dari ilmu pengetahuan disebut dengan teknologi. Jadi yang dimaksud dengan individu technological ialah seseorang yang melakukan suatu pekerjaan dengan menggunakan langkah-langkah nyata yang dirumuskan secara ilmiah atau dengan cara memanfaatkan teknologi. Tentu saja hal ini dilakukan setelah menguasai dan mengaplikasikan teknologi.
Oleh karena itu, SMART sebagai rancangan masa depan santri diharapkan dapat mengantarkan mereka menjadi manusia elit di dunia dan mendapatkan ridho-Nya di dunia maupun akhirat kelak.



A.    Simpulan
1.      Pondok pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan agama islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar dengan sistem asrama (komplek) dimana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada dibawah kedaulatan dari leadership seseorang atau beberapa orang kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal.
2.      Sebagai lembaga pendidikan berbasis agama (educational institution-based religion), pesantren semakin melebarkan wilayah garapannya yang tidak hanya mengakselerasikan mobilitas vertikal (dengan penjelajahan materi-materi agama), tetapi juga mobilitas horizontal (kesadaran sosial). Pesantren kini tidak lagi berkutat pada kurikulum yang berbasis keagamaan (religion based curriculum), tetapi juga kurikulum yang menyentuh persoalan aktual masyarakat (society-based curriculum)
3.      Beberapa tantangan pondok pesantren diantaranya adalah, perang budaya, teknologi yang terus berkembang, negara kaya dan miskin, munculnya kelompok-kelompok sempalan atas nama islam. 
4.      Untuk menghadapi tantangan- tantangan pesantren, diperlukan perancangan masa depan yang dilakukan dengan menciptakan individu yang SMART.  Yaitu, specialist, marketable, acceptable, rasionable, dan theoritical and technological.




DAFTAR PUSTAKA

Dawam, Ainurrafiq dan Ahmad Ta’arifin. Manajemen Madrasah Berbasis Pesantren. Jakarta: PT. Listafarika Putra. 2008.
El-Saha, M. Ishom dan Amin Haedari. Manajemen Kependidikan Pesantren. Jakarta: Transwacana. 2008.
El-Saha, M. Ishom. The Power of Santri’s Civilization. Jakarta: Pustaka Mutiara. 2008.
Engku, Iskandar dan Siti Zubaidah. Sejarah Pendidikan Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2014.
Haedari, Amin dan Ishom El-Saha. Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah Diniyah. Jakarta: Diva Pustaka. 2008.
Mas’ud, Abdurrahman . Dinamika Pesantren dan Madrasah. Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang dan Pustaka Pelajar. 2002.
MU YAPPI. Manajemen Pengembangan Pondok Pesantren. Jakarta: Media Nusantara. 2008.
Muin, M. Abd. Pesantren dan Pengembangan Ekonomi Umat. Jakarta: CV. Prasasti. 2007.  
Syarif, Musthofa.  Administrasi Pesantren. Jakarta: PT. Paryu Barkah.1998.





Semoga Bermanfaat......!!! 


No comments:

Post a Comment