PENDAHULUAN
Dunia pendidikan
tidak pernah lepas dari yang namanya guru. Sertifikasi guru merupakan terobosan
di dunia pendidikan dalam meningkatkan kualitas guru, sehingga ke depan semua
guru harus memiliki sertifikasi sebagai lisensi sebagai izin mengajar. Dengan
demikian upaya profesionalisme guru akan menjadi kenyataan sehingga tidak semua
orang dapat menjadi guru, dan tidak pula banyak orang menjadikan pekerjaan ini
sebagai batu loncatan. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari Undang-Undang
Sisdiknas, Standar Pendidikan Nasional (SNP) serta Undang-undang Guru dan Dosen
(UUGD), yang di realisasikan dalam berbagai peraturan pemerintah (PP), termasuk
PP tentang guru.
Era globalisasi
yang di tandai dengan persaingan kualitas atau mutu, menuntut semua pihak dalam
berbagai bidang sektor pembangunan uuntuk senantiasa meningkatkan
kompetensinya. Hal tersebut mendudukkan pentingnya upaya peningkatan kualitas
pendidikan baik secara kuantitatif dan kualitatif yang harus dilakukan terus
menerus, sehingga pendidikan dapat digunakan sebagai wahana dalam membangun
watak bangsa (nation character building). Untuk itu, guru sebagai main
person harus ditingkatkan kompetensinya melalui sertifikasi sesuai dengan pekerjaan yang diembannya. Dalam kerangka inilah pemerintah merasa perlu
mengembangkan sertifikasi guru, sebagai bagian dari Standar Pendidikan Nasional
(SPN) dan standar Nasional Indonesia (SNI).
B.
Rumusan Masalah
2.
Apa tujuan dan manfaat sertifikasi guru?
3.
Bagaimana prosedur dan mekanisme sertifikasi guru?
4.
Bagaimana respon pengadaan dan langkah kedepan sertifikasi guru
jabatan?
PEMBAHASAN
Secara bahasa, kata
sertifikasi berasl akar kata sertifikat. Kata sertifikat berbentuk kata benda
yang memiliki arti tanda atau surat keterangan (pernyataan) tertulis atau
tercetak dari orang yang berwenang yang dpat digunakan sebagai bukti pemilikan
atau suatu kejadian. Dalam
undang-undang RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dikemukakan
bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikasi
pendidik untuk guru dan dosen. Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai
pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.
Jadi sertifikasi guru diartikan sebagai pemberikan sertifikat pendidik sebagai
guru yang profesional
yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan
pendidikan tertentu, setelah uji kompetensinya diselenggarakan oleh
sertifikasi.
Sertifikasi guru
merupakan pemenuhan kebutuhan untuk meningkatkan kompetensi profesional. Kesungguhan seorang guru dalam melaksanakan tugas
profesionalannyaakan sangat menentukan perwujudan pendidikan nasional yang
bermutu, karena selain berfungsi sebagai pengelola kegiatan pembelajaran, guru
juga berfungsi sebagai pembimbing kegiatan belajar peserta didik sekaligus
sebagai teladan bagi peserta didiknya, baik di kelas maupun di lingkungan
sekolah. Selain ditentukan oleh kinerja guru, upaya peningkatan mutu pendidikan
nasional juga akan sangat ditentukan oleh pelaksanaan penilaian oleh guru dan
satuan pendidikan maupun penilaian oleh pemerintah. Oleh
karena itu, proses sertifikasi dipandang bagian esensial dalam upaya memperoleh
sertifikat kompetensi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Dasar hukum
pelaksanaan sertifikasi guru adalah Undang-Undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen. Pasal yang tekait langsung yakni pasal 8: guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi
pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional. Landasan hukum lainnya adalah Undang-Undang No
20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional dan Pearaturan Menteri
Pendidikan Nasional No.18 Tahun 2007 tentang sertifikasi bagi guru dalam jabatan.
Secara eksplisit
landasan pelaksanaan sertifikasi telah dijelaskan dalam al-Qur’an dan hadits.
Kata sertfikat memang tidak dijelaskan secara gamblang baik dalam al-Qur’an
maupun hadits. Namun berdasarkan makna dari sertifikasi itu sendiri, maka sangat
banyak ayat dan hadits yang berbicara tentang pengakuan profesionalitas seorang
yang berilmu yang bisa dipandang dalam konteks berilmu dan trampilnya seorang
guru. Salah satunya yang menjelaskan ini yakni dalam (QS. Al-Mujadalah: 11)
Ayat ini memberikan
penjelasan tentang jaminan Allah kepada orang-orang yang berilmu, bahwa mereka
akan ditinggikan beberapa derajat dari orang-orang yang tidak berilmu. Makna
yang etrkandung didalamnya jelas bahwa Allah memberikan penghargaan khusus bagi
mereka yang berilmu, tentunya seorang yang berilmu akan profesional sesuai
dengan bidang keilmuan yang mereka geluti. Sebagaimana dijelaskan dalam ayat
diatas, makna yang terkandung pada jabatan guru merupakan perwakilan dari kata al-
Mu’allim, dalam al-Qur’an kata ini mengalami beberapa pengulangan.
B.
Tujuan dan Manfaat Sertifikasi Guru.
Tujuan sertifikasi adalah untuk
meningkatkan kualitas kompetensi guru yang pada akhirnya diharapkan berdampak
pada peningkatan mutu pendidikan. Baru kemudian diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraan guru secara finansial.
Program sertifikasi
guru diberikan kepada para guru yang
telah memenuhi standar profesional guru karena hal ini merupakan syarat mutlak untuk mencapai sistem
dan praktik pendidikan yang berkualitas. Menurut Jamal Ma’ruf Asmani tujuan
utama sertifikasi guru antara lain adalah:
a.
Meningkatkan
kompetensi kepribadian, kompetensi professional, kompetensi paedagogik dan
kompetensi sosial guru.
b.
Meningkatkan profesionalisme, kinerja dan
kesejahteraan.
c.
Peningkatan
mutu guru dan mutu pembelajaran secara berkelanjutan yang diikuti dengan
peningkatan kesejahteraan guru.
Sedangkan menurut Wibowo,
sertifikasi dalam kerangka makro adalah upaya peningkatan kualitas layanan dan
hasil pendidikan bertujuan untuk hal-hal sebagai berikut:
a.
Melindungi profesi pendidik dan tenaga kependidikan.
b.
Melinding masyarakat dari praktik-praktik yang tidak kompeten, sehingga
merusak citra pendidik dan tenaga kependidikan.
c.
Membantu dan melindungi lembaga penyelenggaraan pendidikan, dengan
menyediakan rambu-rambu dan intrumen untuk melakukan seleksi terhadap pelamar
yang kompeten.
d.
Membangun citra masyarakat terhadap profesi pendidik dan tenaga
kependidikan.
e.
Memberikan solusi delam rangka meningkatkan mutu pendidikan dan tenaga
kependidikan.
Undang-undang guru dan dosen
menyatakan bahwa sertifikasi sebagai bagian dari peningkatan mutu rugu dan
peningkatan kesejahteraannya. Oleh karena itu, lewat sertifikasi diharapkan
guru menjadi pendidik yang profesional, yaitu yang berkependidikan minimal
S-1/D-4 dan berkompetensi sebagai agen pembelajaran yang dibuktikan dengan
memiliki sertifikat pendidik yang nantinya akan mendapatkan imbalan (reward)
berupa tunjangan profesi dari pemerintah sebesar satukali gaji pokok.
Lebih lanjut di
kemukan bahwa sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan mempunyai manfaat sebagai
berikut:
a.
Pengawasan Mutu
1)
Peningkatan profesionalisme melalui mekanisme seleksi.
2)
Proses seleksi yang lebih baik, program pelatihan yang lebih bermutu maupun
usaha belajar secara mandiri unruk mencapai peningkatan profesionalisme.
b.
Penjamin Mutu
1)
Adanya proses pengembangan profesionalisme dan evaluasi terhadap kinerja
praktisi akan menimbulkan persepsi masyararakat dan pemerintah menjadi lebih
baik terhadap organisasi profesi beserta anggotanya.
2)
Sertifikasi menyediakan informasi yang berharga bagi para pengguna yang
ingin memperkerjakan orang dalam bidang keahlian dan keterampilan tertentu.
Melengakapi uraian
di atas, menurut Jalal dan Tilar, mengungkapkan bahwa proses sertifikasi guru menuju
profesionalisasi pelaksanaan tugas dan fungsinya harus di barengi dengan
kenaikan kesejahteraan guru.
Peningkatan mutu lewat program sertifikasi juga
diharapkan sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan. Rasionalnya adalah
apabial kompetensi guru bagus yang diikuti dengan peghasilan bagus, diharapkan
kinerjanya juga bagus. KBM yang bagus diharapakan dapat membuahkan pendidikan
yang bermutu. Pemikiran itulah yang mendasari bahwa guru perlu untuk
disetifikasi.
Undang-undang guru
dandosen menyatakan bahwa sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai
pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesioanal.
Sedangkan proses pemberian sertifikat pendidik disebut denagn sertifikat guru
dan sertifikat dosen disebut denagn sertifiakt dosen. Sertifikasi guru yang
dimaksud disini adalah bertujuan untuk menentukan kelayakan guru dlam
melaksanakan tugas sebagai agen pemebelajaran dalam tujuan pendidikan nasioanal
yang berkualitas, meningkatkan proses dan mutu hasil pendidiakan, meningkatkan
martabat guru dan meningkatkan profesionalitas guru. Sehingga nantinya
diharapakan denagn adanya peningkatan kesejahteraan guru secara finansial dapat
menjadikan pendidikan nasional lebih berkualitas baik dari sisi pendidik maupun
peserta didik.
Kesimpulan yang
dapat dituangkan dari penjelasan diatas adalah sebenarnya jika merujuk pada
tujuan dan manfaat sertifikasi menurut hematnya sangat besar sekali karena
tujuan dan manfaat yang diharapkan dari sertifikasi begitu luas dan dalam jika
dilaksanakan dengan bijak tanpa ada kecurangan sehingga tujuan yang diharapkan
akan terwujud dan maksimal.
C. Prosedur dan mekanisme
sertifikasi guru
Pemendiknas nomor 18 tahun 2007 menyatakan bahwa
sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji kompetensi untuk
memperoleh sertifikasi pendidik. Uji kompetensi tersebut diakukan dalam bentuk
penilaian portofolio, yang merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru
dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mencerminkan kompetensi
guru. Komponen penilaian portofolio mencakup: (1). Kualifikasi akademis, (2)
pendidikan dan penilaian (30 pengalaman mengajar (4) pelaksanaan dan
perencanaan belajar (5) penilaian dari atasan dan pengawas, (6) prestasi
akademik (7) karya pengembangan profesi, (8) keikutsertaan dalam forum ilmiah,
(9) pengalaman orgasisasi dibidang kependidikan dan sosial, dan (10)
penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Penyelenggaraan sertifikasi diatur oleh UU No. 14 Tahun
2005 Pasal 11 Ayat (2) yaitu perguruan tinggi negeri telah memiliki program
pengadaan tenaga kependidikan yang telah terakriditasi dan ditetapkan oleh
pemerintah.maksudnya
penyelenggaraan dilakukan oleh perguruan tinggi yang telah memiliki fakultas
keguruan seperti FKIP dan fakultas Tarbiyah UIN, IAIN, STAIN, STAIS yang telah
terakriditasi oleh badan akriditasi nasional prgiruan tinggi departemen
pendidikan nasional Republik Indonesia dan ditetapkan oleh pemerintah.
Keberadaan negara yang berwenang melakukan sertifikasi
kembali ditegaskan dalam pasal 6 RUU Guru, bahwa sertifikasi pendidikan
diperoleh melalui pendidiakan profesi pada perguruan tinggi yang telah
menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan yang terakriditasi
sesuai dengan jenis keahlian yang disyaratkan menurut jenis satuan pendidikan
atau mata pelajaran yang menjadi tugas yang diampunya.
Menjadi guru profesional (bersertifikat pendidikan) harus mengikuti program
pendidikan profesi guru dan uji kompetensi. Untuk dapat mengikuti pendidiakan
profesi guru, disyaratkan memiliki ijazah S-1 kependidikan maupu S-1 non
kependidikan dan lulusan tes seleksi yang dilakukan oleh LPTK penyelenggara
setelah menempuh dan lulus pendidikan profesi, barulah mengikuti uji kompetensi
untuk memeperoleh sertifikasi pendidikan dalam program sertifikasi calon guru.
Jika dinyatakan lulus sertifikasi, maka berhak menyandang “ guru pemula yang
bersertifikat profesi”.
D. Respon pengadaan dan langkah
kedepan sertifikasi guru jabatan.
1.
Respon pengadaan sertifikasi guru pada jabatan
Kebijakan sertifikasi memang
tersa mengandung warna (adanya) ketidakpercayaan pemerintah terhadap nilai
kredit poin kepegawaian yang dimiliki seorang pegawai negeri. Dalam mencermati
apa yang terjadi dilapangan ada sebagian pihak yang meragukan korelasi uji
sertifikasi dengan peningkatan kualitas atau mutu pendidikan. Benarkah dengan
adanya sertifikasi guru, mutu dan kualitas layanan pendidikan akan meningkat?
Dalam buku profesi guru dipuji,
dikritisi dan caci karya momon sudarma mengutip ungkapan dari Usep yang
merupakan guru disalah satu madrasah yang ada Bandung menyatakan bahwa “ hal
yang harus diingat, uji sertifikasi itu untuk meraih tunjangan profesi bukan
untuk meningkatkan profesionalisme”. Hal
itupun mengidentifikasikan bahwa sinyalemen mengenai adanya kegairahan guru
dalam mempersiapkan diri mengikuti setifikasi itu tidak dilandasi oleh
keinginannya untuk meningkatkan kompetensi profesionalismenya, namun lebih
mendorong oleh hasrat ekonomi merupakan sesuatu hal yang nyata. Berdasarkan
indikasi tersebut, tidak mustahil bila kemudian tujuan ideal pelaksanaan
sertifikasi guru pada dunia pendidikan akan sulit diwujudkan. Uji sertifikasi
tidak akan mampu mendongkrak kompetensi dan profesionalisme tenaga pendidik.
Hemat kata, belum tampak ada satu jaminan mengenai adanya korelasi positif
antara sertifikasi profesi dengan peningkatan profesionalisme.
Kenyataan ini semakin
menguatkan keraguan sebagian kalangan terhadap efektivitas penyelenggaraan uji
sertifikasi. Seharusnya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh para
penyelenggara pendidikan, baik itu ditingkat satuan pendidikan maupun
pengambilan kebijakan. Manipulasi sertifikasi atau aktif dalam kepersetaan
berbagai kegiatan ilmiah tanpa dilandasi motif pembelajaran hanya akan
melahirkan formalitas belaka. Bahkan loncatan formalisme belaka. Bahkan
loncatan jumlah sertifikasi (bukti seminar) hanya sekedar loncatan formalisme
administrasi dan hal ini tidak signifikan dijadikan landasan dalam mengukur
kompetensi unggul merupkan syarat untuk meningkatkan profesinalisme guru.
2.
Langkah kedepan
Dalam menyusun penjamina mutu
pendidikan yang berkualitas, membutuhkan kesiapan sistem uji sertifikasi
pendidikan yang bermutu. Tujuan bermutu, namun apabila tidak ada sistem yang
mampu menjamin pelaksanaan penyelenggaraan sistem verifikasi uji sertifikasi. Oleh
karena itu, setidknya ada empat hal penting dalam menjaga sistem uji
sertifikasi sehingga dapat menjamin lahirnya uji sertifikasi yang berkualitas.
Pertama, adanya komitmen yang
kuat dari setiap penyelenggara pendidikan mengenai keinginannya untuk
meningkatkan mutu pendidikan. Visi ini harus jelas dan harus dimiliki oleh
setiap pengambil kebijakan di dunia pendidikan. Kealpaan seseorang terhadap
visi akan dapat merusak kepentingan pendidiakan indonesia dimasa depan.
Kedua, perlu ada jaminan mutu
terhadap instrumen yang akan digunakan dalam menilai objek. Ketidaktepatan
terhadap bentuk instrumen penilaian, akan menyebabkan ketidaktepatan pula
terhadap objek yang akn diniali. Alih-alih akan menilai kemampuan karya asli,
yang terjadi malah karya manipulasi.
Ketiga, adanya ketegasan dari
tim verifikasi, setiap tim anggota verifikasi harus memiliki kredibilitas yang
tinggi dalam menunjang objektivitas penilaian. Tidak boleh ada tim penguji yang
terlibat secara instuisi atau emosi dengan yang sedang diteliti.
Bias penilaian akan terjadi, manakala tim verifikasi nilai memiliki kepentingan
upaya mutu pendidiakan. Kita berharap para asesor mampu menunjukkan
keprofesionalannya dalam melakukan uji sertifikasi. Independensi atau atau
netralisasi yang harus dilebelkan, diharapkan dapat diwujudkan dalam budaya
kerja. Mulai kejujuran para asesor atau penyelenggara uji sertifikasi, ada masa
depan pendidikan. Harapannya, pelaksanaan dan penyelanggaraan uji sertifikasi
menjadi momentum lecutan peningkatan kualitas pendidakan dan bukan menjadi
bagian dari yang merusak pendidikan indonesia.
Keempat, adanya sikap para guru
atau peserta sertifikasi dalam mengikuti prosedur sertifikasi secara wajar dan
elegan. Artinya, andaipun sampai saat ini belum memiliki nilai sesuai dengan
persyaratan minimal, maka langkah yang dilakukan pun diselaraskan dengan apa
yang berlaku secara terbuka. Rasa minder, malas atau gengsi bila dinyatakan
tidsk lulus sertifikasi, harus dihindarkan untuk kepentingan masa depan
pendidikan. Karena sesungguhnya, manakala para guru saja sudah mampu
memanipulasi standar kelulusan sertifikasinya,maka bagaimana dengan muridnya.
Kelima sekedar usulan
pemikiran, tampaknya model portofolio harus dipahami secara terpadu, yaitu
dipadukan denagn uji praktik. Bahkan, rentang keberlakuannya sertifikasi
profesi perlu dipertimbangkan dalam masa waktu berlakunya. Tidak jauh berbeda
dengan SIM, sesungguhnya kemampuan manusia bisa menurun dan juga bisa
meningkat. Oleh karena itu, sertifikasi profesi tidak rasional bila harus
berlaku seumur bertugas.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
1.
Sertifikasi adalah pemberikan sertifikat pendidik
sebagai guru yang profesional
yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan
pendidikan tertentu, setelah uji kompetensinya diselenggarakan oleh sertifikasi. Dasar hukum pelaksanaan sertifikasi guru dijelaskan
pada Undang-Undang No.14 Tahun 2005 dan pada QS. Al-Mujadalah: 11.
2.
Tujuan dan manfaat sertifikasi menurut hematnya sangat besar sekali karena
tujuan dan manfaat yang diharapkan dari sertifikasi begitu luas dan dalam jika
dilaksanakan dengan bijak tanpa ada kecurangan sehingga tujuan yang diharapkan
akan terwujud dan maksimal.
3.
Uji kompetensi tersebut diakukan dalam bentuk penilaian portofolio. Selain
itu, untuk menjadi guru profesional (bersertifikat pendidikan) juga harus
mengikuti program pendidikan profesi guru dan uji kompetensi. Setelah menempuh
dan lulus pendidikan profesi, barulah mengikuti uji kompetensi untuk
memeperoleh sertifikasi pendidikan dalam program sertifikasi calon guru. Jika
dinyatakan lulus sertifikasi, maka berhak menyandang “ guru pemula yang bersertifikat
profesi”.
4.
Respon masyarakat mengidentifikasikan bahwa sinyalemen mengenai adanya
kegairahan guru dalam mempersiapkan diri mengikuti setifikasi itu tidak
dilandasi oleh keinginannya untuk meningkatkan kompetensi profesionalismenya,
namun lebih mendorong oleh hasrat ekonomi merupakan sesuatu hal yang nyata.
Berdasarkan indikasi tersebut, tidak mustahil bila kemudian tujuan ideal
pelaksanaan sertifikasi guru pada dunia pendidikan akan sulit diwujudkan.
Sehingga langkah kedepan yang dapat dilakukan yakni: (1) Adanya komitmen yang
kuat dari setiap penyelenggara pendidikan mengenai keinginannya untuk
meningkatkan mutu pendidikan, (2) Perlu ada jaminan mutu terhadap instrumen
yang akan digunakan dalam menilai objek, (3) Adanya ketegasan dari tim verifikasi,
(4) Adanya sikap para guru atau peserta sertifikasi dalam mengikuti prosedur
sertifikasi secara wajar dan elegan, (5) Model portofolio harus dipahami secara
terpadu, yaitu dipadukan dengan uji praktik.
B. Penutup.
Demikian tugas yang telah saya
susun, tentunya masih ada banyak kekurangan dalam penyusunan, karena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya refrensi yang berhubungan dengan dengan
materi. Penulis berharap kepada para pembaca untuk memberikan kritik yang
membangun kepada penulis demi perbaikan tugas. Semoga dengan adanya tulisan ini
dapat memberikan manfaat bagi para pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada
khususnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an
Surat Al-Mujadalah Ayat 11dan Terjemahannya, Departemen Republik Indonesia,
2002.
E. Mulyasa, Implementasi
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
E Mulayasa, Standar
Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Bandung:Remaja Rosdakarya, 2007.
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2008.
Jamal Ma’ruf
Asmani, 7 Tips Cerdas Dan Efektif Lulus Sertifikasi Guru, Jogjakarta:
Diva Press, 2009.
Mansur
Muslich, Sertifikasi Guru Menuju Profesionalisme Pendidikan, Jakarta:
Bumi Aksara, 2007.
Momon
Sudarman, Profesi Guru Dipuji, Dikritisi Dan Dicaci, Jakarta: PT.
Grafindo Persada, 2014.
Sulthon, Ilmu
Pendidikan, Kudus: Nora Media Enterprise, 2011.
Tim Penyusun
KBBI.
Trianto Dan
Titik, Sertifikasi Guru Upaya Peningkatan Kualifikasi Kompetensi Dan
Kesejahteraan, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007.
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen, Bandung : Citra Umbara,
2006.
Semoga Bermanfaat....!!!