PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perkembangan
dalam dunia pendidikan begitu banyak terjadi, dari sistem hingga metode bahkan
kurikulum pun ikut mengalami perkembangan yang begitu pesat. Dari mulai
menggunakan berbagai model dan metode yang digunakan guna mengubah dan
memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia. Pemerintah saat ini sedang
gencar-gencarnya melakukan inovasi dalam dunia pendidikan kita. Sehingga menjadikan
mereka para pengelola pesantren juga berpikir tentang bagaimana membuat system
pendidikan agama Islam yang selaras dengan kemajuan zaman. Dengan adanya
hal-hal demikian, maka sekarang telah muncul yang namanya pesantern modern,
akibat semakin majunya peradaban bangsa kita ini. Akan tetapi walau telah
berusaha menyeimbangkan antara kebutuhan agama dengan mengikuti kemajuan zaman,
masih saja kedua lembaga pendidikan Islam ini mengalami atau lebih tepatnya
merasa tertantang dengan kemajuan tekhnologi dalam kemajuan zaman dan
pendidikan di Negara kita pada khususnya.
Untuk
menghadapi dunia modern saat ini lembaga-lembaga tersebut memilki
tantangan-tantangan tersendiri untuk menjaga eksistensi mereka dengan tetap
mempertahankan visi dan misi dari lembaga-lembaga tersebut. Untuk mengetahui
tantangan-tantangan seperti apa yang akan mereka hadapi dalam dunia pendidikan
dewasa ini, maka dalam makalah ini akan dipaparkan tantangan-tantangan
pesantren modern maupun salaf.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pengertian pondok pesantren?
2.
Bagaimana orientasi pengembangan pondok pesantren?
3.
Bagaimana tantangan-tantangan yang dihadapi pondok
pesantren?
4.
Bagaimana solusi menghadapi tantangan-tantangan pondok pesantren?
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pesantren
Pesantren
menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri. Sedangkan pondok
berarti rumah atau tempat tinggal sederhana yang terbuat dari bambu. istilah
pondok pesantren dimaksudkan suatu bentuk pendidikan keislaman yang awalnya
berbentuk kelembagaan informal tradisional di bumi nusantara. Kata “pondok”
berarti kamar, gubuk, rumah kecil dipakai dalam bahasa indonesia dengan
menekankan kesederhanaan bangunan fisik dan tampilan perilaku penghuninya.
Mungkin juga pondok diturunkan dari kata arab “funduq” yang berarti ruang
tidur, wisma, pemondokan.
Kata pesantren
yang terdiri dari asal “santri” awalan “pe” dan akhiran “an” yang menentukan
tempat, jadi berarti “ tempat para santri”. Kadang-kadang kata “sant” (manusia
baik) dihubungkan dengan suku kata “tra” (suka menolong), sehingga kata
pesantren dapat berarti “tempat
pendidikan manusia baik-baik”. Jadi, pengertian pondok pesantren bisa dipahami
sebagai tempat atau pemondokan para santri menimba ilmu pengetahuan agama dan
mengamalkan dalam bentuk ritual kegiatan sehari-hari kepada para kiyai. Maka,
untuk lebih mendalami pengetahuan tentang potret pondok pesantren tidak lepas
dari cikal bakal dan sejarahnya yang harus diketahui.
Dalam pemakaian
sehari-hari, istilah pesantren biasa disebut dengan pondok saja. Atau kedua
kata tersebut digabung menjadi satu sehingga disebut pondok pesantren. Menurut
M. Arifin sebagaiman dikutip oleh Mujamil Qomar, mendefinisikan pondok
pesantren yaitu suatu lembaga pendidikan agama islam yang tumbuh serta diakui
oleh masyarakat sekitar dengan sistem asrama (komplek) dimana santri-santri
menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang
sepenuhnya berada dibawah kedaulatan dari leadership seseorang atau
beberapa orang kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik serta
independen dalam segala hal.
Sebagai sebuah
lembaga pendidikan, pondok pesantren hampir semuanya tidak mempunyai satu
keseragaman dalam merumuskan tujuan pendidikannya. Namun demikian, dalam
catatan Manfred Ziemek menyatakan bahwa tujuan pondok pesantren adalah
membentuk kepribadian, memantapkan akhlak, dan melengkapinya dengan pengetahuan
. sedangkan menurut Mastuhu, tujuan pesantren adalah menciptakan dan mengembangkan
kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan,
berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat, atau berkhidmat pada masyarakat
dengan jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat.
Pesantren
dengan segala keunikan yang dimilikinya masih diharapkan menjadi penopang
berkembangnya sistem pendidikan di Indonesia. Keaslian dan kekhasan pesantren disamping
sebagai khazanah tradisi budaya bangsa juga merupakan kekuatan penyangga pilar
pendidikan untuk memunculkan pemimpin bangsa yang bermoral. Oleh sebab itu,
arus globalisasi mengandalkan tuntutan profesionalisme dan mengembangkan
sumberdaya manusia yang bermutu. Realitas inilah yang menuntut adanya manajemen
pengelolaan lembaga pendidikan sesuai tuntutan zaman. Tak terkecuali tuntutan profesionalitas
manajerial madrasah yang banyak dikelola secara integral dengan pesantren. Di
Indonesia pesantren baik modern maupun salaf rata-rata mempunyai lembaga
pendidikan mulai tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi.
B.
Orientasi Pengembangan Pesantren
Pada awal
rintisannya, pesantren di Indonesia bukan hanya menekankan misi pendidikan,
melainkan juga dakwah. Akan tetapi, misi kedua itulah yang justru menonjol.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia selalu mencari lokasi
yang sekiranya dapat menyalurkan dakwah tersebut secara tepat sasaran. Pada
awalnya kebanyakan pesantren berdiri lebih didasarkan pada motivasi dasar hanya
untuk mengembangkan keilmuan agama. Dalam kaitan ini, pesantren memiliki tiga
peran yaitu, sebagai pusat berlangsungnya transmisi-transmisi ilmu islam
tradisional, sebagai penjaga dan pemelihara keberlangsungan islam tradisional
dan sebagai pusat reproduksi ulama’.
Sejarah
mencatat, bahwa pesantren sebagai sebuah sistem pendidikan telah memberikan
kontribusinya yang signifikan bagi peradaban islam di bumi persada indonesia.
Pesantren memiliki akar sosio-historis yang cukup kuat, sehingga membuatnya
mampu menduduki posisi yang relatif sentral dalam dunia keilmuan masyarakatnya
dan sekaligus bertahan di tengah berbagai gelombang perubahan. Seiring dengan
tantangan perubahan sosio-historis yang melingkupi, maka sudah menjadi suatu
keniscayaan bila pesantren senantiasa meresponnya dengan sadar agar semakin
kokoh eksistensinya. Hal ini direalisasi dengan melakukan inovasi-inovasi yng
relevan dan signifikan tanpa melupakan jati diri pesantren.
Format
pengembangan pesantren secara individual dapat diarahkan ke berbagai kombinasi
dari kemungkinan-kemungkinan yang di deskripsikan. Sedang, secara operasional
yang tepat akan akan banayak bergantung pada sumber daya pesantren
bersangkutan, tingkat kematangan, struktur internal pesantren, dan juga tipe
komunitas dimana pesantren berada.
Ada lima
komponen pokok yang selalu ada pada pondok pesantren yaitu, kiyai, masjid atau
musholla, santri atau murid, asrama atau funduq, yang keempatnya merupakan
komponen fisik, Dan yang kelima, pengajian yang merupakan komponen non fisik.
Pengajian ini, karena berpengaruh pada perkembangan metodologi, maka kini
sebagian menggunakan sistem klasikal yang biasanya dalam bentuk madrasah.
Sejatinya
penyelenggaraan pendidikan di pesantren memiliki nilai khusus dan nilai lebih
dibandingkan dengan pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikan pada umumnya,
karena pendidikan di pesantren memiliki orientasi yang lebih dalam menanamkan
sistem etika kepada para santri. Secara lebih detail, A. Mukti Ali menjelaskan
ciri-ciri pesantren sebagai berikut:
1.
Adanya hubungan yang akrab antara murid (santri) dengan kiai dan
seluruh jajaran mudarris. Hal ini dimungkinkan karena mereka tinggal
satu pondok.
2.
Tunduknya santri pada kiai. Para santri menganggap bahwa menentang
kiai selain dianggap kurang sopan juga bertentangan dengan ajaran agama.
3.
Hidup hemat dan sederhana benar-benar dilakukan dalam kehidupan
pesantren
4.
Semangat menolong diri sendiri amat terasa dan kental di pesantren.
5.
Jiwa tolong menolong dan suasana persaudaraan sangat mewarnai
pergaulan di pesantren.
6.
Berani menderita untuk mencapai suatu tujuan merupakan salah satu
pendidikan yang diperoleh dipesantren.
Sebagai lembaga
pendidikan berbasis agama (educational institution-based religion), pesantren
semakin melebarkan wilayah garapannya yang tidak hanya mengakselerasikan mobilitas
vertikal (dengan penjelajahan materi-materi agama), tetapi juga mobilitas
horizontal (kesadaran sosial). Pesantren kini tidak lagi berkutat pada
kurikulum yang berbasis keagamaan (religion based curriculum), tetapi
juga kurikulum yang menyentuh persoalan aktual masyarakat (society-based
curriculum).
C.
Tantangan-tantangan
pesantren
Tantangan
sesungguhnya dapat menjadi sesuatu yang bernilai positif dan dapat pula
bernilai negatif. Tergantung bagaimana cara kita memposisikannya. Apabila kita
posisikan sebagai sesuatu yang pasti terjadi, karena erupakan sunnatullah, maka
tantangan dapat menjadi sparring partner. Artinya sesuatu yang dapat
membuat kita terpacu dan termotivasi. Sesuatu yang dapat mendorong kita
melakukan inovasi dan berpikir secara kreatif. Sebaliknya apabila kita
memposisikan sebagai penghalang, maka tantangan dapat mendorong lahirnya sikap
pesimis dan apatis. Bahkan lebih lanjut, apabila kita posisikan sebagai bara
api yang dinyalakan musuh, maka tantangan dapat menyulut peperangan dan
ketidaknyamanan.
Dalam kehidupan
yang semakin kompleks, dunia semakin mengglobal, dan peradaban semakin
berkembang pesat, banyak tantangan yang harus dihadapi dengan kepala dingin dan
kematangan berpikir. Beberapa tantangan itu diantaranya:
1.
Perang Budaya
Setiap belahan bumi memiliki budaya sendiri-sendiri. Belahan bumi
bagian timur, barat, dan tengah memiliki budaya dan peradaban yang berbeda.
Belahan timur dengan budaya sosialis komunisnya. Belahan barat dengan budaya
individualis kapitalisnya, sementara belahan tengah menjadi lahan rebutan
keduanya. Masing-masing bangga dengan budayanya, dan terkadang melecehkan
budaya lain. Bahkan belahan barat berusaha sekuat tenaga untuk membuat bumi
berpijak pada nilai-nilai budayanya dan menghapuskan budaya yang lain. Untuk
tujuan ini, mereka menggunakan banyak media yang dapat merasukkan nilai-nilai
budaya tanpa terasa.
Perang budaya yang dilakukan dengan memutuskan jalur transformasi
budaya dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Dengan cara ini,
infiltrasi nilai-nilai budaya pada budaya yang lain tidak akan disadari. Bahkan
sulit untuk melakukan perlawanan. Santri, komunitaselit mslim memiliki peran
yang harus dimainkan untuk menjaga terutama anak-anak dan kawula muda sehingga
tidak terjerumus pada ketidakjelasan yang mengitari keislaman dan peradaban
mereka. Komunitas santri juga berkewajiban mendorong anak-anak dan kawula muda
muslim untuk berani tampil sebagai seorang muslim kontemporer yang berbudaya
qur’ani.
2.
Teknologi yang Terus Berkembang
Perkembangan teknologi, pada satu sisi banyak membawa berkah,
tetapi pada sisi lain menimbulkan dampak negatif. Keberkahan dari perkembangan
teknologi antara lainmemberi kemudahan dan kenyamanan bagi kehidupan manusia.
Dengan teknologi, yang jauh menjadi dekat, harga yang mahal menjadi lebih
murah, beban yang berat menjadi ringan, pekerjaan yang rumit, perlu waktu lama,
dan biaya besar, dengan teknologi bisa menjadi lebih murah, mudah, dan singkat.
Udara panas bisa berubah menjadi cool dan selanjutnya.
Pada satu sisi, teknologi juga dapat menimbulkan dampak negatif
apabila disalahgunakan. Akibat kemudahan yang diberikannya, manusia dapat
termanjakan. Akibat dari tiada batas dinding pemisah antar budaya dan peradaban
bangsa-bangsa di dunia sebagai hasil dari rekayasa teknologi, budaya dan
peradaban yang tidak sejalan dengan nilai-nilai luhur dapat diakses oleh
siapapun dan kapanpun.
Perkembangan teknologi bukan berarti harus ditinggalkan atau kita
mengisolir diri. Sebab hampir semua teknologi memberi manfaat besar pada
kehidupan manusia. Mulai dari teknologi pertanian, industri, transportasi,
informatika, elektronika, perkakas rumah tangga, dan lain-lain. Semua memberi
manfaat besar apabila kita dapat menguasai dan mempergunakannya. Oleh sebab
itu, santri yang menjadi komunitas terdepan dalam kehidupan bermasyarakat
dituntut untuk dapat menguasai dan memanfaatkan teknologi secara tepat guna.
Teknologi akan terus berkembang, jika bukan kita yang mengembangkannya, maka
bangsa lain akan terus mengulik melakukan penelitian untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
3.
Negara Sejahtera dan Negara Miskin
Negara sejahtera atau miskin akan memberikan pengaruh terhadap jiwa
masyarakat. Ada dua kemungkinan apabila negara sejahtera. Pertama, masyarakat
bersyukur. Kesejahteraannya mendorong gairah keagamaan yang tinggi. Kegersangan
spiritual yang terkadang timbul akibat materi melimpah, akan mendorong mencari
kenyamanan dan kepuasan dibalik agama. Kedua, masyarakatnya kufur.
Kesejahteraan membuat mereka lupa diri, hidup berfoya-foya, dan hanyut dalam
kemewahan dan kesenangan. Apabila hal kedua yang terjadi, maka kenikmatan dapat
berubah menjadi kemelaratan dan kehancuran.
Negara miskin akan memberi tantangan lebih besar lagi. Kemiskinan
dapat melahirkan keterbelakangan dan perilaku yang menyimpang dari nilai-nilai
luhur. Begitu juga kebodohan. Banyak hal negatif akibat bodoh. Dibodohi dan
ditipu orang lain dijadikan ajang proyek oleh orang-orang pintar. Bahkan lebih
jauh dari itu, apabila yang bodoh itu para pengelola negara, maka eksplorasi
sumber daya alam akan diserahkan kepada pihak asing. Kedaulatan dan kekuasaan
negara akan dibatasi oleh kepentingan negara-negara maju. Itulah kolonialisme
model baru, padahal segala bentuk kolonialisme tidak sejalan dengan
prinsip-prinsip ajaran islam.
4.
Kelompok Sempalan Atas Nama Islam
Sejak zaman nabi, kelompok yang menyempal telah terjadi. Kini,
fenomena kelompok sempalan, antara lain disebabkan karena adanya kesadaran dari
para ilmuwan berbagi disiplin ilmu dan para pengusaha sukses yang haus
ketenangan batin. Sebagian mereka tampil ke depan secara mandiri atau masuk ke dalam kelompok
kajian agama untuk mengatasi kehausan itu. namun harus diakui bahwa tidak
sedikit diantara mereka yang memberi kepuasan bukan hanya kepada dirinya
sendiri teteapi kepada keluarga dan masyarakat sekitarnya. Kontribusinya dalam
rangka rasionalisasi ajaran agama harus diakui. Hanya saja disisi lain, tidak
jarang pula kehausan akan agama mengantarkan sebagian yang lain untuk memahami dan
melaksanakan agama dengan sangat ketat dan kaku.
Fenomena lain, kelompok sempalan lahir diakibatkan dari usaha
mempelajari agama secara autodidak tanpa mengetahui seluk beluk disiplin ilmu
agama atau bimbingan dari da’I yang belum siap. Atau akibat dari menjalankan
ajaran tasawuf yang tidak berakar pada syari’at. Fenomena ini melahirkan kelompok
kecil yang menyempal dari masyarakat islam dan bersikap inklusif. Lahirnya
kelompok-kelmpok yang menyempal bukan hanya merugikan diri mereka sendiri dari
sudut pandang agama, tetapi juga dapat menimbulkan keresahan-keresahan sosial
pada masyarakat islam secara keseluruhan.
D.
Solusi Tantangan-tantangan Pesantren
Oleh karena
tantangan-tantangan besar tersebut akan terus berhembus tiada henti, maka misi
utama yang dipikul oleh komunitas santri ialah menuntut semua pihak untuk
melakukan upaya-upaya serius untuk mengoptimalkan potensi komunitas sarungan.
Dimulai dengan pengembangan kesadaran akan pentingnya masa depan.
Secara
individu, perancangan masa depan dapat dilakukan dengan menciptakan individu
yang SMART. Yaitu, specialist,
marketable, acceptable, rasionable, dan theoritical and technological.
1. Individu yang Specialist
Kehidupan
masyarakat yang kompleks dan jumlah penduduk yang besar akan membawa pada
persaingan hidup yang sangat ketat. Untuk memenangkan persaingan tersebut,
seseorang membutuhkan keahlian yang khusus. Pada keahlian khususnya itu, dia
benar-benar berada papan atas. Bagi komunitas santri, yang dimaksud dngan
keahlian khusus tersebut bisa dalam dua hal, yaitu penguasaan satu bidang ilmu
pengetahuan umum atau agama dan dalam penguasaan kecakapan hidup (lifeskill)
yang dapat menjadi sumber kehidupannya. Hal manapun yang dipilih atau mungkin
dipilih kedua-duanya pasti akan memberi manfaat yang besar bagi kehidupannya.
2.
Individu yang marketable
Untuk
memenangkan persaingan, keahlian khusus pun belum cukup. Perlu ada media yang
membuatnya bisa diterima di pasar. Artinya, keahlian atau kecakapan hidup yang
dipilih ketka masa-masa belajar, dimasa depan, konsumennya harus jelas, tidak
asal pilih. Inilah yang oleh penyusun kitab Ta’limul Mutaallim
disarankan agar sebelum memutuskan memilih satu bidang ilmu dan guru, seseorang
harus bermusyawarah terlebih dahulu agar diakhir kemudian tidak menyesal.
3.
Individu yang Acceptable
Dalam
kehidupan masyarakat plural, sikap terbuka dan fleksibel dapat mengantarkan
seseorang dapat diterima oleh banyak pihak. Menjadi pribadi yang terbuka Dan
fleksibel memerlukan wawasan yang luas. Wawasan yang luas dapat diperoleh
dengan penguasaan ilmu pengetahuan agama ataupun umum secara tuntas dan
komprehensif.
4. Individu yang Rasionable
Rasionable
artinya dapat
dipahami oleh akal sehat manusia. Pada zaman modern seperti sekarang ini, sikap
rasional dalam menyampaikan ajaran agama sangat diperlukan. Objek dakwah para
da’i sekarang hampir mayoritas orang yang terpelajar yang rasionya telah diasah
di bangku sekolah. Oleh sebab itulah ajaran agama akan mudah diterima apabila
disampaikan oleh individu yang mampu berpikir rasional.
5. Individu yang Theoritical
atau Technological
Theoritical
berarti suatu
kecakapan memahami segala sesuatu berdasarkan teori. Dengan kata lain bersifat
ilmiah sebab teori dirumuskan oleh manusia melalui ilmu pengetahuan.
Langkah-langkah nyata dalam melakukan atau menghasilkan sesuatu sebagai
aplikasi dari ilmu pengetahuan disebut dengan teknologi. Jadi yang dimaksud
dengan individu technological ialah seseorang yang melakukan suatu
pekerjaan dengan menggunakan langkah-langkah nyata yang dirumuskan secara
ilmiah atau dengan cara memanfaatkan teknologi. Tentu saja hal ini dilakukan
setelah menguasai dan mengaplikasikan teknologi.
Oleh karena
itu, SMART sebagai rancangan masa depan santri diharapkan dapat mengantarkan
mereka menjadi manusia elit di dunia dan mendapatkan ridho-Nya di dunia maupun
akhirat kelak.
A.
Simpulan
1. Pondok
pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan agama islam yang tumbuh serta
diakui oleh masyarakat sekitar dengan sistem asrama (komplek) dimana
santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah
yang sepenuhnya berada dibawah kedaulatan dari leadership seseorang atau
beberapa orang kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik serta
independen dalam segala hal.
2. Sebagai lembaga
pendidikan berbasis agama (educational institution-based religion), pesantren
semakin melebarkan wilayah garapannya yang tidak hanya mengakselerasikan mobilitas
vertikal (dengan penjelajahan materi-materi agama), tetapi juga mobilitas
horizontal (kesadaran sosial). Pesantren kini tidak lagi berkutat pada
kurikulum yang berbasis keagamaan (religion based curriculum), tetapi
juga kurikulum yang menyentuh persoalan aktual masyarakat (society-based
curriculum)
3.
Beberapa tantangan pondok pesantren diantaranya adalah, perang
budaya, teknologi yang terus berkembang, negara kaya dan miskin, munculnya
kelompok-kelompok sempalan atas nama islam.
4.
Untuk menghadapi tantangan- tantangan pesantren, diperlukan
perancangan masa depan yang dilakukan dengan menciptakan individu yang
SMART. Yaitu, specialist, marketable,
acceptable, rasionable, dan theoritical and technological.
DAFTAR PUSTAKA
Dawam, Ainurrafiq dan Ahmad Ta’arifin. Manajemen Madrasah
Berbasis Pesantren. Jakarta: PT. Listafarika Putra. 2008.
El-Saha, M. Ishom dan Amin Haedari. Manajemen Kependidikan Pesantren.
Jakarta: Transwacana. 2008.
El-Saha, M.
Ishom. The Power of Santri’s Civilization. Jakarta: Pustaka Mutiara.
2008.
Engku, Iskandar dan Siti Zubaidah. Sejarah Pendidikan Islam. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya. 2014.
Haedari, Amin dan Ishom El-Saha. Peningkatan Mutu Terpadu
Pesantren dan Madrasah Diniyah. Jakarta: Diva Pustaka. 2008.
Mas’ud, Abdurrahman . Dinamika Pesantren dan Madrasah. Semarang:
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang dan Pustaka Pelajar. 2002.
MU YAPPI. Manajemen Pengembangan Pondok Pesantren. Jakarta:
Media Nusantara. 2008.
Muin, M. Abd. Pesantren dan Pengembangan Ekonomi Umat. Jakarta:
CV. Prasasti. 2007.
Syarif,
Musthofa. Administrasi Pesantren. Jakarta:
PT. Paryu Barkah.1998.Semoga Bermanfaat......!!!
No comments:
Post a Comment